OWL PSG

08.26

Dia tahu wajah ini, sungguh.

Familiar sekali. Berani bertaruh, pemuda dewasa yang berdiri di hadapannya ini pastilah lulusan Hogwarts. Hanya saja Reid melupakan identitasnya. Hei--mana mungkin Reid memperhatikan papan pengumuman yang memperlihatkan nama-nama pengawas ujian. Lagipula, belum tentu pengawas-pengawasnya ia kenal. Percuma. Dan kini ia menyesal. Bukannya sok kenal, tapi Reid masih penasaran dengan laki-laki berambut gelap itu. Matanya bahkan tidak berhenti menumbuk sosok itu, berusaha mengintip identitas yang dikenakannya, dan hanya teralih ke arah yang berbeda ketika orang itu melempar pandangan balik ke arahnya.

Pura-pura tak tahu saja ah.

Dan Reid Rendall yang agaknya masih diliputi stres (karena akhir-akhir ini pola makannya tidak teratur) ini pun akhirnya memilih lapangan yang paling mudah. Sepertinya. Knarl dan landak, hewan sejenis. Mengidentifikasinya mungkin agak susah, namun mengingat bocah remaja itu sedang dihantui rasa keingintahuan yang besar tentang pengawasnya, maka ia pun bergerak mengikuti pria itu. Kakinya menjejak rumput, sesekali berkeresekan tatkala menginjak ranting-ranting tipis yang bertebaran di pinggir hutan terlarang. Suasananya masih sama, acap kali Reid mengerling ke arah dalam hutan terlarang, bulu kuduknya berdiri.

Reid sampai di pos ujian pemeliharaan satwa gaibnya saat sebuah meja dengan deretan makanan di atasnya terlihat dengan jelas. Di salah satu sudut dekat meja itulah terdapat kerumunan landak yang berbaur dengan knarl. Radiusnya hanya dua puluhan meter. Baru saja Reid ingin tersenyum karena telah berhasil mengatur strategi dalam menemukan knarl, tiba-tiba saja pandangannya terlempar tepat pada sebuah benda bulat jelek bergigi. Tubuhnya kecil, kepala besar, berwajah buruk rupa. Hek. Jembalang kuntet.

Lucunya, jumlah hama tanaman satu itu terbilang cukup banyak. Dia tidak mungkin melakukan misi utamanya tanpa menyingkirkan jembalang-jembalang itu. Sekawanan jembalang amat mengganggu psikisnya. Hanya dengan melihat mukanya yang amat jelek, Reid merasa tambah kacau. Apalagi ketika suara-suara fals jembalang terdengar membabi buta. Kepalanya pening mendadak. Ditambah perut keroncongannya berbunyi nyaring--gah, rasa-rasanya Reid yang akan mengamuk lebih dahulu dibandingkan seekor knarl yang merasa terancam.

Ini mah sama saja dengan kehadiran pogrebin. Dengar-dengar, hewan itu selalu digunakan dalam setiap ujian OWL kelas pilihannya ini.

Untunglah Reid masih ingat bahwa sang pengawas tidak melarangnya menggunakan tongkat. Iya, ini akan jadi jauh lebih mudah tanpa mempraktekkan cara manual. Reid terkekeh, tatapannya tajam nan kejam ke arah jembalang-jembalang yang mulai berpindah ke tanaman lainnya. Pemuda remaja ini mengeluarkan tongkat dari balik jubahnya. Mengencangkan genggamannya, seakan-akan tengah berada pada duel mantra yang membahayakan nyawanya.

Cara pertama, angkat paksa si jembalang dari tanah, kemudian musnahkan. "Accio jembalang!" Jeda sesaat hingga makhluk satu itu terpanggil dari kediamannya di tanah, terbang menuju Reid. Dalam radius beberapa meter ia melancarkan mantra yang lain. "Bombarda!" Jangan tanya. Tentu akan ada lumuran darah jembalang berceceran di sana. Reid bergidik ngeri. Itu terlalu kejam namanya. Dan Reid tidak setega itu, sungguh. Mantra yang diucapkannya bukanlah bombarda, melainkan--

"Reducio!"

--mantra pengecil. Dilakukannya berulang-ulang mantra yang sama hingga semua jembalang pendek tadi terpanggil ke satu daerah yang memang telah ia set. Setelah seluruhnya mengecil seperti kutu, maka Reid dengan mudahnya menghabisi mereka. Cukup satu kali injakan, dan sekawanan jembalang pun berakhir dengan tragis. Penyet.

Kini kepalanya terasa lebih ringan. Lanjut lagi? Belum, kawan. Biarkan ia mencicipi makanan yang menggugah selera di meja sana. Ini perlengkapan ujian, bukan? Berarti ia tidak salah bila mencoba satu di antaranya. Anggap saja icip-icip pengetesan. Hahaha. Jadi, tanpa malu-malu kucing Reid Rendall menghampiri makanan-makanan tersebut. Ada puding, permen, susu, dan makanan yang berbau manis. Hmm. SURGA DUNIA INI NAMANYA. Nyam nyam nyam. Dimulai dari mana ya baiknya? Reid meneguk ludahnya. Tangannya meraih satu gelas susu dan meminum sebagian isinya.

Hausnya lenyap. Berganti dengan nafsu makan yang meningkat drastis. Tapi tunggu, ia merasakan adanya tatapan penuh kecurigaan dari si pengawas ujian yang namanya masih saja belum ia ketahui. Reid berdeham, demi tata krama dan akhlak moral tinggi, akhirnya ia kembali ke medan perangnya. Di tangannya masih terpegang gelas susu, dan ia sadar betul bahwa ini adalah kunci ujiannya.

Reid mengambil sebuah batangan kayu berdiameter besar yang sudah lapuk pada bagian tengahnya. Dalam sekali sodokan, kayu itu pun terlubangi sebagian. Ia memang tidak menginginkan semuanya hancur, karena bagian berlubang itu digunakannya sebagai wadah baru untuk susu di gelasnya. Seusainya mengisikan cairan berwarna putih tadi, disodorkannya dengan segera ke arah kerumunan landak. Reid lantas bergerak dengan cepat ke tempat yang aman, di samping meja dengan makanan yang melimpah. Diperhatikannya landak-landak itu, mencari-cari ciri khas knarl. Dan benar saja, bau manis itu mengundang landak-landak untuk berdatangan. Sementara beberapa di antaranya bereaksi aneh. Serta merta landak istimewa itu mengamuk, berlarian merusak tanaman di sekitarnya.

Yeah. It is the knarl.

Reid berjalan ke dekat sang pengawas, tersenyum tipis. "Sudah selesai kan--" diliriknya singkat label nama pengawas yang terpasang,"--Senior Dylan?" Ya. Itu dia. Reid sekarang menemukan memorinya yang hilang. August Dylan, nama pengawasnya ini, adalah salah satu mantan prefek dari asrama Hufflepuff. Dan ketika rasa penasarannya telah terobati, Reid masih tergoda untuk menghabiskan makanan di meja itu. Perutnya yang memaksa. Alasan ababil, terima kasih.

So, bolehkah ia?

You Might Also Like

0 comments