Sepotong

10.01

Sepotong video, sepotong adegan, sepotong pembicaraan, bahkan sepotong roti; apapun itu, jika hanya sepotong akan bisa membawa kesalahpahaman.

Saya bukan salah satu dari warga yang memiliki hak untuk memilih di ibukota, tapi entah mengapa perdebatan antara dua kubu itu selalu menarik di mata saya. Bahwa kadang, sesungguhnya, orang mampu menilai secara objektif dari luar lingkungan. Begitu pula bagi saya, yang terkadang geregetan melihat sidang Pak Ahok yang sudah berlarut-larut lantaran sepotong pidatonya yang menuai aksi protes berlabel agama. Buruknya lagi, sudah sepotong, digubah pula menjadi semakin buruk (dalam konteks Bahasa Indonesia yang baik dan benar). Lalu, yang terbaru, yang saya tonton cuplikannya dari seorang teman yang membagi tautan di facebook, sepotong video pidato dari kubu lawannya yang bahkan bisa menyulut protes karena tidak sesuai dari sejarah bangsa Indonesia. Tapi, kembali lagi ke akar: semua itu hanya sepotong.

Ada pula cerita-cerita tentang hubungan cinta manusia, hubungan dalam berumah tangga. Yang satu nyinyir tentang si anu yang malas, karena hanya melihat sepotong adegan di mana si anu hanya berbaring di kamar. Padahal, si anu bukan malas-malasan, dia terlampau sakit sampai tidak bisa bergerak. Atau tentang si ini yang lari dari rumahnya gara-gara memergoki sepotong adegan di mana suaminya bertemu dengan wanita lain. Padahal, suami si ini membelikan hadiah berupa barang yang feminim, yang dijual oleh wanita tadi.

Semuanya karena sepotong.

Sekarang, tinggal pilihanmu, mempercayai sepotong--apapun itu, atau justru berupaya lebih keras lagi dalam mencari informasi yang lebih lengkap, klarifikasi bila perlu, sebelum men-judge seseorang sesuatu yang belum tentu begitu adanya.

Seseorang juga punya hati, Sayang.

You Might Also Like

0 comments