OWL PTIH

08.18

2, 3, 5, 7.

Sorry, ini bukan nomor togel. Ini adalah barisan empat bilangan prima pertama. Nomor induk siswanya, juga. Reid Rendall percaya, nomor tersebut tidak bisa diandalkan dalam kasusnya saat ini. Ujian praktek Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam. Instruksinya adalah memilih empat dari total delapan buah pintu; kini empat telah tereliminasi. Nomor prima, ha, Reid yakin betul kalau isi di dalam empat pintu bernomor tersebut tidak akan memberikannya hasil yang maksimal. Dia memang tidak tahu kebenarannya, tapi itu intuisinya. Entahlah alarm itu berfungsi atau tidak.

Jadi, selagi menunggu gilirannya tiba (masih Kit Barker yang diuji), Reid mengeluarkan secarik kertas (robekan perkamen) serta sebuah pensil muggle dari saku jubahnya. Kebiasaannya jika berkunjung ke perpustakaan, mencatat hal yang penting dengan pensil. Baginya, terlalu rumit menggunakan pena bulu di saat yang terdesak. Sangat tidak efisien. Karena itulah dua barang yang kini ada di tangannya itu selalu ia siapkan di kantong jubahnya. Tapi tidak ada contekan lho. Geledah saja dia, dan kau tidak akan menemukannya di manapun. Sungguh.

123117.

Kali ini sebuah angka ia tulis di kertasnya. Itu... Namanya. 12 untuk R, 3 untuk E, 1 untuk I, dan 17 untuk D. Jadi, bila ia akumulasikan semua angkanya, enam angka tersebut akan menjadi 1+2+3+1+1+7=15. Lusa lalu, saat ia tengah makan malam bersama Lucia Whitton, ia diajari cara untuk mereduksi beberapa angka menjadi satu angka tunggal. Setelah mendapat nomor 15, maka angka hasil reduksinya adalah 1+5 alias 6. Oke. Itu pilihan pertamanya. Sekarang coretannya berkutat ke seputaran hari ulang tahunnya. Tanggal lahirnya 13. Direduksi menjadi 4. Bulan lahirnya April, bulan ke-4. Dan ternyata, tahun lahirnya juga berujung pada nomor 4. Sepertinya angka ini adalah pilihannya yang kedua.

Pilihan terakhirnya?

Nanti saja. Kini gilirannya tiba. Kit Barker nampaknya telah menjalaninya dengan sukses. Tersenyum tipis pada prefek Gryffindor itu sebelum membuka pintu pertama. Nomor enam. Reid mempererat genggaman tongkatnya; tangan kirinya perlahan memutar kenop pintu. Detak jantungnya semakin menggebu, dicoba dinetralisir dengan menghapalkan beberapa mantra. Kakinya melangkah maju ke dalam ruangan, disusul dengan pintu yang menutup sendiri. Oke, ini medan perang pertamanya. Sebuah ruangan kecil dengan sebuah lemari besar yang berguncang.

Hipotesa satu: isinya boggart.

"Riddikulus... Riddikulus...," Reid menggumam pelan. Tiba-tiba sebuah cahaya kilat berwarna merah datang ke arahnya. Reid sontak menghindar, merundukkan seluruh badannya hingga dalam posisi nyaris jongkok. Ia menarik napas dalam-dalam, bangkit, memantapkan hatinya sebelum akhirnya merapalkan mantra pembuka pintu. "Alohomora,"desisnya.

Pintu lemari menjeblak terbuka. Menampakkan sebuah makhluk yang mematahkan hipotesisnya. Reid mencelos. Makhluk itu, besar. Berbulu tebal berwarna cokelat kemerahan. Baunya amis, seperti bau darah yang pekat. Dan lihat kakinya. Satu.. Dua.. Lebih? Lima buah. Mirip laba-laba, bahkan lebih besar lagi. Reid mundur setapak demi setapak, sampai punggungnya membentur dinding ruangan berukuran sempit itu. Tangan yang mengacungkan tongkat itu bergemetaran keras, sementara lidahnya terasa kelu. Quintaped, quintaped. Bukan boggart. Setahunya, quintaped tergolong makhluk buas dengan klasifikasi XXXXX, karnivora. Bisa memakan manusia juga.

Reid masih manusia, ngomong-ngomong.

Keringat dingin mulai menitik dari ujung pelipisnya. Mukanya memucat. Sangat pucat.

Mendadak, sesuatu tak kasat mata mengikat kakinya. Kaki Reid, bukan si quintaped. Reid segera menunduk, melihat apa gerangan yang terjadi pada dirinya sampai akhirnya ia tersadar bahwa tubuhnya tertarik ke atas. Terangkat dengan posisi terbalik. Levicorpus eh? Sial. Alamak, kini Reid sama persis seperti santapan yang terjebak di sarang quintaped. "AAAA!!" Reid berteriak ketakutan, mengayunkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri. Memberontak. Terlebih ketika dilihatnya si quintaped mulai bergerak ke arahnya. "A-Aresto momentum!"

"Immobulus!" Tunggu sebentar, quintaped. Biarkan Reid Rendall meloloskan diri. "Liberacorpus!" Serunya, disusul suara gedebuk keras saat dirinya jatuh ke lantai. Mata Reid membelalak, melihat mantra pembeku gerakannya mulai bisa dipatahkan. Kaki-kaki berbulu quintaped mulai mendekat. Jangan sampai ia bisa menyerang Reid. Lalu, lalu apa?

"Tarantalegra!" Dan ruangan kecil itu pun berguncang heboh. Makhluk itu menari tanpa terkendali. Saatnya bagi Reid untuk pergi dari ruangan nomor enam ini. Ruangan yang buruk. Sangat buruk. Ia menutup pintu nomor enam dengan cepat, kemudian menenangkan dirinya--yang bernapas ngos-ngosan saking tegangnya. Berjalan ke arah kiri sampai tiba di depan sebuah meja dengan pistol dan belati perak di atasnya. Bagus. Apa lagi cobaannya sekarang?

Menelan ludahnya; Reid menyangkutkan pisau belati pada ikat pinggangnya. Tangan kanannya memegang pistol, sementara yang kiri tetap menggenggam tongkat--senjata paling hebat. Lima detik berlalu, dan ia telah berada di dalam ruangan bernomor empat. Ruangan satu ini menampilkan padang rumput di salah satu bagian hutan. Gelap. Menegangkan. Membuat bulu kuduknya merinding. "Lumos,"rapalnya dengan suara kecil. Ia menoleh ke kanan kiri, berusaha mencari sesuatu. Tapi ia tak menemukan apapun, kecuali seorang petani di salah satu ujung hutan. Suasananya begitu berbeda ketika awan-awan gelap mulai membelah. Tampak di atas sana, di antara pekatnya malam, sebuah sinar bulan terang benderang memancar. Bulan penuh. Purnama.

"AUUU...!"

Nah, akhirnya makhluk hitamnya muncul. Reid tertawa miris, matanya menangkap sosok werewolf yang sedang melolong menatap bulan. Bentuknya seperti serigala jejadian tidak berbulu yang berukuran sepadan manusia. Buru-buru Reid berbalik, sebelum si werewolf menyadari kehadirannya. Berlari secepat kilat menuju pintunya semula. Dia bahkan sudah tiba di depan pintu, tangannya mencengkeram kenop saat ia teringat bahwa dia membawa tiga buah senjata. So what? Dia punya pilihan untuk menyerah atau melawan.

Dan Reid Rendall memilih untuk bertempur.

Ia membalikkan badannya, dengan rasa gugup yang semakin memuncak. Pun lagi, makhluk hitam itu telah berlari ke arahnya. Sepertinya penyerangan sudah dimulai. Reid mengangkat pistolnya tinggi-tinggi, membidik sasaran. Menarik pelatuknya, saat angin terasa berdesir keras di sekitarnya. Reid terperanjat, ada dua sinar merah melesat lagi ke arahnya. Refleks saja tangan kirinya naik dan mulutnya melancarkan mantra pertahanan. "Protego!" Sepertinya mampu ditangkisnya, tapi tidak dengan werewolf itu. Suara napasnya yang terengah, air liurnya yang merembes turun terlihat begitu nyata dalam radius dua meter. Satu detik lagi manusia serigala itu akan mengoyak Reid Rendall--

Dar! Dar! Dar!

--begitu pikirnya.

Tubuh tersungkur. Darah bercucuran. Reid bergidik ngeri. Ia telah membunuh werewolf? Maka, dilemparkannya pistol itu ke tanah. Dengan perasaan takut bercampur sesal ia keluar dari pintu bernomor empat. Diliriknya singkat si werewolf, berharap nasibnya tidak setragis itu. Mudah-mudahan itu hanya ilusi padat, seperti kata pengujinya barusan. Kalau tidak, dia akan merasa bersalah seumur hidupnya.

Pintu terakhir. Dia memilih nomor satu. Tidak memilih, lebih tepatnya berjalan sekenanya. Yang pasti bukan nomor prima, itu saja sudah cukup. Reid berjalan masuk, dan yang ia temukan adalah padang rumput dengan sebuah kolam di tengahnya. Reid memusatkan perhatiannya ke arah genangan air itu. Benar saja, beberapa menit berselang, sebuah tangan bersisik muncul ke permukaan. Kulitnya berwarna hijau, mirip monyet, punya tempurung dan kepalanya berbentuk aneh. Ada mangkuk di atas kepala, dan mulutnya berbentuk seperti bebek.

Yang ia tahu, nama makhluk satu ini adalah kappa. Kappa yang satu ini--err, tidak berbikini. Dan kappa itu konon suka menyerang manusia dan menyeretnya ke dalam air. Maka, Reid sudah bersiap-siap melangkah mundur ketika makhluk itu maju ke hadapannya. Sayang, lagi-lagi ada mantra yang menyerang Reid Rendall. Sama seperti tadi, kilatan berbentuk cahaya merah melesat, kali ini dari langit. Reid memekik, namun tak ada suaranya yang keluar. Ia hanya bisa berlari, menjatuhkan dirinya sesegera mungkin saat mantra--yang disangkanya stupefy--itu hampir menghantam dirinya.

Lalu, dilihatnya. Kappa itu bergerak mundur. Sesaat saja, karena beberapa detik kemudian, belum sempat dirinya bangkit, kini kakinya telah dicengkeram kuat. Sakit, saat kedua betisnya tertarik oleh makhluk asli Jepang itu. Well--matilah dia sekarang. Reid Rendall mati. Mati dalam air. Jauh dari api.

Api.

Api?

Lawan dari air itu api, kan? Mari kita coba. "Lacarnum Inflamarae!" Api berkobar dari ujung tongkatnya. Tiba-tiba kappa itu melepas pergelangan kakinya. Reid bebas, saudara-saudara! Tapi dia belum puas. Dengan sengaja disodokkannya tongkat berisi api itu ke depan kappa. Membuatnya takut, dan berbalik kembali ke asalnya. masuk ke dalam kolam. Reid tertawa, masih menungguinya di tepian kolam. Menunggu sampai gelembung-gelembung air di atas kolam menghilang. Tanda bahwa si kappa tidak akan muncul dalam rentang beberapa menit ke depan. Begitu pikirnya, seraya berjalan keluar. Mengambil secarik perkamen dan mulai menulisinya.

Reid Rendall
Ravenclaw, tingkat OWL

1. Quintaped (6)

Pintu bernomor enam berisi makhluk bernama quintaped. Quintaped adalah makhluk sangat berbahaya yang digolongkan dalam klasifikasi XXXXX. Secara singkat, ciri-cirinya adalah semodel laba-laba berkaki lima, dengan ukuran lebih jumbo. Berambut tebal berwarna cokelat kemerahan dengan bagian mata dan mulut pada bagian atasnya. Quintaped karnivora, pemakan manusia. Ditemukan di Isle of Drear. Makhluk yang misterius. Konon, quintaped sesungguhnya adalah klan MacBoon yang ditansfigurasi menjadi monster oleh klan McClivert, namun celakanya malah membahayakan dan membunuh seluruh keluarga McClivert.

2. Werewolf (4)
Pintu keempat adalah ruangan dengan ilusi padat padang rerumputan. Makhluk yang ada di sana adalah werewolf. Werewolf, manusia yang dikutuk menjadi manusia serigala ketika bulan purnama tiba. Saat sinar bulan secara langsung terlihat dan meneranginya, maka saat itu juga manusia itu tidak dapat mengontrol dirinya dan kehilangan kendali atas pikirannya. Berubah menjadi manusia serigala yang tidak juga persis seperti serigala. Tingginya sepadan manusia, tidak berbulu lebat. Dikalahkan dengan sesuatu berwarna perak. Pisau belati atau pistol berpeluru perak, contohnya.

3. Kappa (1)
Kappa, makhluk hitam yang biasanya ditemukan di daerah Jepang. Makhluk ini berada di dalam ruangan pertama dengan ciri-ciri sangat rancu. Mirip monyet, mirip penyu, bertempurung, mulut seperti bebek, berkulit hijau penuh sisik. Kappa konon memakan manusia, dengan terlebih dahulu menyeret mereka ke kolam. Dapat ditanggulangi dengan api.


Done.

Ditempelkannya perkamen itu pada pintu paling tengah. Pintu dengan tanda bintang, yang terbuka otomatis saat perkamennya telah diterima. Ia jadi teringat dengan vampir-vampir Cina yang berhenti melompat-lompat saat ditempelkan kertas mantra. Reid berdeham. Jantungnya masih berdebar keras, meski bagian terakhir di mana kappanya kabur itu sedikit menghibur hatinya. Masuk ke dalam pintu bintang berarti sudah siap dengan segala konsekuensinya. Oke, ini yang paling terakhir. Ambil bola emas, lalu pergi dengan hati yang lega.

Namun tak semudah itu. Reid Rendall masuk ke dalam ruangan yang cahayanya amat temaram. Ia bahkan tidak bisa melihat mantra apa yang menyerangnya sampai-sampai kakinya terasa terbelit dan kaku di tempat. Reid mendecak kesal. Terpaksa ia diam di tempat selagi memperhatikan kotak besar yang berguncang-guncang di hadapannya. Oh, jangan katakan ia akan bertemu sapa lagi dengan si quintaped yang kini telah mahir menari salsa dan memakannya sambil menari tango.

Reid memicingkan matanya, mulutnya sudah siap berwasweswos merapal mantra pertahanan. "Alohomora,"katanya datar, mengawasi dengan seksama isi yang keluar dari kotak di depannya. Quintaped? Bukan. Sosok yang keluar adalah anak perempuan berambut merah berantakan. Acak-acakan, bau, sampai-sampai banyak lalat mengerumuninya. Dan dia terbahak-bahak antagonis, gadis itu. Mimpi buruknya, yang dulu sempat membilas mukanya dengan air liur di halaman, akankah kini terulang lagi? Seakan ada suara orkestra dengan tempo allegro ketika gadis itu mengeluarkan liurnya yang panjang. Berayun-ayun bagai bandul saat gadis itu berjalan.

TIDAAAAKKK!!

Seandainya ini boggart, Reid akan mengubahnya menjadi balon udara berpita yang terbang sampai bulan. "RIDDIKULUS!" Pekiknya sambil menutup mata. Reid benar-benar sudah pasrah akan apa yang terjadi selanjutnya. Bunyi gelembung dan mengaduh terdengar dari sayap depan. Reid mengintip, kelopak matanya membuka. Ternyata dia bukan gadis itu, melainkan boggart. Hanya terkekeh kecil, Reid, saat meraih bola emas yang jatuh tergeletak di bawah lantai. Perasaannya tambah rumit sekarang. Reid tidak membuang waktu, diberikannya bola emas itu kepada penguji, lalu pergi sesegera mungkin.

Ha. Ternyata Reid Rendall takut dengan dia. Memalukan.

You Might Also Like

0 comments